Siapa Pemilik Daya Magis Istanbul, Manchester City atau Inter?

Daya magis Istanbul menjadi salah satu faktor menarik yang bisa menentukan jawara Liga Champions musim ini. 

Bicara mengenai final Liga Champions musim ini, tentu saja tidak bisa mengesampingkan daya magis Istanbul. Ya, final edisi tahun ini untuk kedua kalinya diselenggarakan di kota besar Turki ini. Stadion Olimpiade Atarturk bakal menggelar final UCL 2022/23 antara Manchester City dan Inter Milan pada tanggal 11 Juni dini hari nanti atau 10 Juni waktu setempat. 

Stadion tersebut pernah menjadi venue untuk final edisi musim 2004/2005 antara Liverpool dan AC Milan. Final yang dikenal sebagai laga puncak paling dramatis dalam sejarah kejuaraan antarklub Eropa level tertinggi tersebut tak pelak menjadi pembanding final edisi kali ini. Siapakah yang bakal mendapatkan magis Istanbul nantinya. 

Ada beberapa hal unik yang menghubungkan, final tahun ini dan edisi 2005, yaitu menggelar duel wakil Inggris dan Italia. Sebuah kebetulan lainnya, Liverpool dan AC Milan adalah dua tim pesaing Manchester City dan Inter Milan di kompetisi liga domestik dalam dua musim terakhir. Selain itu, di 2005, The Reds sangat tidak dijagokan lolos ke final dan harus bersusah payah untuk melaju di setiap babak knockout. Hal ini tentu mengingatkan perjalanan Inter Milan menuju final musim ini. Sebaliknya, AC Milan saat itu lebih dijagokan dan melaju cukup mulus ke partai puncak. Bukankah hal itu juga mengingatkan dengan performa anak asuhan Pep Guardiola musim ini? Jadi siapakah pemilik magis Istanbul nantinya? 

MAU TEBAK SKOR FINAL UCL? COBA DI fun88

Inter Milan Berharap Tuah Magis Istanbul 

Lolosnya Nerazzurri ke final tahun ini pun tidak banyak yang diduga. Beberapa menganggap keberhasilan mereka melaju ke final kerap disamakan dengan Liverpool di musim 2004/05. Anak asuhan Simone Inzaghi pun tidak malu untuk mengharapkan tuah magis Istanbul di laga puncak nanti, layaknya Steven Gerrard dkk saat itu. Pasang taruhan anda untuk laga final UCL tahun ini di fun 88

Sedikit napak tilas, di musim itu, Liverpool lolos ke fase gugur sebagai runner-up grup dibawah Monaco. Di babak 16 besar, tim besutan Rafael Benitez tidak kesulitan menyingkirkan Bayer Leverkusen dengan skor agregat 6-2. Selanjutnya, The Reds harus bersusah payah mengalahkan Juventus di perempatfinal. Mereka hanya unggul agregat 2-1 (2-1;0-0). Sedangkan di semifinal, Steven Gerrard cs harus mengandalkan gol hantu Luis Garcia untuk menyingkirkan Chelsea. 

Sementara perjalanan Inter menuju final pun panjang dan berliku. Lautaro dkk lolos dari fase group sebagai runner-up dibawah Bayern. Di babak knockout, Inter harus menyisihkan FC Porto dengan kemenangan tipis agregat 1-0 (1-0; 0-0), lalu menyingkirkan Benfica dengan agregat 5-3 (2-0: 3-3) di perempatfinal dan rival AC Milan 3-0 (2-0:1-0) di empat besar. Bagi mereka, tuah magis Istanbul diharapkan akan berpihak ke tim kuda hitam yang masih punya tradisi juara di ajang ini.

Manchester City Ingin Buat Sejarah Baru 

Sementara, kampiun Liga Premier Inggris, Manchester City, lebih percaya diri untuk mengangkat trofi UCL musim ini. Performa mereka menuju ke partai puncak juga lebih meyakinkan dengan rentetan kemenangan atas tim-tim elit. 

Di fase gugur, anak asuhan Pep Guardiola sudah tancap gas saat menyingkirkan RB Leipzig di babak 16 besar. Mereka menang telak dengan skor agregat 8-1 (1-1;7-0). Selanjutnya, wakil Jerman lainnya, Bayern Munich disisihkan berkat kemenangan 3-0 di kandang sendiri dan cukup bermain imbang 1-1 di Allianz Arena di babak 8 besar. Sedangkan, di semifinal, Kevin de Bruyne cs tak tanggung-tanggung dengan membantai juara bertahan Real Madrid dengan skor 4-0 setelah berbagi angka 1-1. 

Jika membandingkan perjalanan mulus The Citizens, maka performa mereka tak jauh berbeda dengan AC Milan di edisi 2005. Anak asuhan Carlo Ancelotti tersebut menyingkirkan Manchester United di babak 16 besar dengan skor agregat 2-0 (1-0;1-0), lalu menghantam tim sekota, Inter dengan agregat 5-0 (2-0;3-0) di delapan besar. Sedangkan di semifinal, mereka baru menemui lawan yang lebih ketat, yaitu PSV Eindhoven. Saat itu, wakil Eredivisie tersebut ditangani oleh Guus Hiddink dan masih diperkuat oleh duo bintang Korsel di Piala Dunia 2002, Park Ji Sung dan Lee Young Pyo. Rossonero unggul berkat gol tandang setelah mampu mengalahkan PSV 2-0 di kandang sendiri dan hanya kalah 1-3 di stadion Phillips. 

Bagi Manchester City, magis Istanbul diharapkan akan menaungi mereka layaknya Liverpool sebagai sesama wakil Liga Inggris. Apalagi Man City belum memiliki tradisi juara atau belum pernah menjuarai kompetisi ini sebelumnya. Para pendukung mereka tentu berharap kekecewaan di final edisi 2021 saat dikalahkan Chelsea akan terbayar lunas disini. Atau apakah mereka harus menunggu tuah Munich (tempat keberuntungan bagi tim-tim non tradisi untuk menjadi juara) terlebih dahulu untuk menjadi kampiun UCL dua musim lagi? Hanya waktu yang bisa menjawab.